Facebook Badge

Dua Drama Teror

























Dua pertunjukan drama yang kusaksikan pada Rabu (28/10) malam sungguh merupakan teror buatku. Secara pemanggungan, keduanya sama-sama bagus. Sayang, penampilan Teater Studio Indonesia kelewat meneror penontonnya, dalam arti yang sesungguhnya. Pada sajian Perempuan Gerabah, beberapa penonton nyaris cedera wajah.

Grup teater asal Serang, Banten ini, sejatinya sudah memukau publik teater Solo sejak beberapa hari sebelum pementasan. Sebuah instalasi bambu menyerupai arena sabung ayam bediameter delapam meter dibangun di atas pelataran parkir. Ada dua tingkat untuk tempat duduk penonton, mengitari stage area berbentuk lingkaran yang tak seberapa luas, namun bisa berputar layaknya papan rolet.

Di atas lingkaran itulah, enam pemain menabuh aneka bentuk gerabah, yang sekaligus menjadi properti pertunjukan. Hasil eksplorasi yang sejatinya unik, dengan capaian artistik yang bisa dibilang bagus. Ada tawaran baru menurut istilah nyeni-nya. Sayang, sutradara Nandang Aradea tidak memperhatikan aspek kenyamanan dan keselamatan penonton, yang dalam konteks pertunjukan itu justru ditempatkan sebagai bagian dari pertunjukan.

Gerabah yang dikibar-kibaskan salah satu aktornya terlempar keluar. Untung beberapa penonton memiliki refleks yang bagus sehingga gerabah yang mengarah ke wajah dapat ditepis mereka. Seorang penonton bereaksi, meninggalkan arena sembari menyatakan takut terkena lemparan.

Pada sisi yang lain, banyak penonton terbatuk-batuk terkena debu yang dihasilkan dari tumpukan jerami sebagai alas pentas. Hentakan kaki enam pemain dengan tempo cepat menghamburkan debu-debu kotor yang membuat perih mata dan hidung. Penonton terteror luar-dalam. Puncaknya, banyak wajah penonton ‘tompel-tompel’ karena ‘adonan’ tanah sebagai properti pentas yang dilemparkan para aktor/aktrisnya kian tak terkontrol.

Sadis, memang. Apalagi, jarak stage area dengan penonton hanya satu setengah meter saja! Sebelum pertunjukan berakhir, penonton pada ngacir, menyaksikan dari kejauhan.


***


Teror kedua, justru mengancam keluarga, tetangga, teman-teman bahkan sosok-sosok terkenal yang hanya dikenal penonton lewat media massa. Sebuah potret kejahatan korupsi, yang dilakukan secara terang-terangan lewat sajian Ladang Perminus oleh Mainteater, Bandung.

Naskah drama besutan FX Rudy Gunawan yang mengadaptasi novel Ramadhan KH dengan judul sama itu menceritakan pat-gulipat usaha menggerogoti uang rakyat melalui persekongkolan pejabat perusahaan minyak milik negara dengan para cukong di Singapura.

Pusat cerita ada pada Hidayat (diperankan Wawan Sofwan), seorang pegawai menengah PT Perminus (Perusahaan Minyak Nusantara) yang relatif jujur, yang ogah menerima suap kelewat besar. Hadiah mobil mewah dari rekanan perusahaan misalnya, ia serahkan kepada atasannya. Namun gratifikasi receh yang dianggap ‘biasa’ dalam sebuah bisnis,ia coba menerapkan prinsip pemerataan.

Sebagian ia berikan kepada rekan-rekan sekantornya, sebagian yang lain digunakannya untuk bersenang-senang dengan kekasih gelapnya di luar negeri. Hidayat ditampilkan sebagai orang yang bersih seutuhnya, yang oleh Rudy Gunawan dikatakan sebagai bentuk-bentuk sisi manusiawinya. Sebaik apapun, seseorang tak mungkin bisa hidup tanpa cacat atau noda, apalagi di dalam sebuah perusahaan yang budaya korupsinya sudah mengakar kuat seperti Per….. itu.

Kahar (Fajar Emmillianus) yang berada di posisi atasan memetik keuntungan pribadi dari Hidayat yang jujur dan suka berterus terang. Sogokan mobil yang akan dikembalikan lagi oleh Hidayat dicegah Kahar dengan dalih berpotensi merusak ‘hubungan baik’ dengan mitra usaha. Lebih baik dimasukkan sebagai tambahan aset perusahaan lewat dirinya daripada si pemberi kecewa, meski kemudian beralih ke istri simpanan.

Pada kali lain, Hidayat diminta melakukan negosiasi ulang atas sebuah kontrak kerja sama baru dengan peusahaan asing. Ia berhasil menurunkan nilai kontrak, namun di-mark up kembali oleh Kahar demi memetik keuntungan. Konflik pun meruyak ketika Hidayat tahu, hasil renegosiasi dinaikkan kembali dalam kontrak resmi.

Korupsi, bisa hadir dalam bentuknya yang manis, seperti tawaran uang saku pada sebuah kunjungan atau lawatan sebagaimana diterima Hidayat dari suruhan cukong. Namun ia bisa mewujud dalam praktek yang terang benderang liciknya seperti dimainkan oleh Kahar.

Sama dengan keseharian kita, ketika nomor-nomor seri kertas parkir atau retribusi –yang nominalnya hanya antara berhisar antara Rp 200 hingga Rp 1.000 – tak berguna. Dinas Pendapatan Daerah yang menjadi institusi pengelola resminya, sanggup ditarget untuk memasukkan kas (berapapun besarnya) ke dalam pos pendapatan asli daerah (PAD). Nomor seri hanyalah deretang angka, yang tidak mesti masuk dalam hitungan rinci jumlah uang yang terkumpul dari publik.

Pelakunya bisa siapa saja, mungkin teman atau bahkan keluarga kita. Pemanggungan Ladang Perminus, bukan saja menarik ditonton. Lewat teater, pesan antikorupsi bisa dihayati lebih halus dan menancap di benak. Apalagi, di tengah situasi dimana minta baca karya satra masih rendah di tengah-tengah kita.

Wawan Sofwan yang tampil sebagai pemeran utama, kelihatan sangat piawai menjalani perannya sebagai sutradara. Pertunjukan berdurasi hampir dua jam terasa tak lama. Artistiknya sempurna, jeda pergantian adegannya juga tak terasa. Sebuah kerja seni yang mengagumkan, ketika stage crew juga bisa menunjukkan kerapiannya bekerja.

Korupsi, terlalu banyak di sekitar kita. Tak perlu jauh-jauh memelototi kasus skandal Bank Century atau perseteruan Cicak dengan Buaya. Bagi kita, mungkin cukup menoleh pada penarikan (dan setoran) retribusi. Di Solo, misalnya, kita bisa mengendus potensi praktek korupsi yang begini. Pelaksana, biasa menaikkan tarif parkir dua kali lipat dari harga yang tertera di zona padat..…

Konon, ada target setoran yang tinggi dari bagi penguasa lahan kepada para juru parkir. Alhasil, publiklah yang dirugikan…

Korupsi, sesungguhnya merupakan teror yang nyata, yang mengancam masa depan negara dan rakyatnya.


Sumber: http://blontankpoer.com/dua-drama-teror/
Read On 1 comments

Ladang Perminus di TVRI

Pada tanggal 23 Oktober lalu, Ladang Perminus melakukan pengambilan gambar di TVRI. Format yang dilakukan sedikit banyak mengalami perubahan dan penyesuaian di beberapa adegan, bahkan beberapa adegan terpaksa dihilangkan karena durasi penayangan TV-play tak lebih dari 55 menit. Hal ini tentu saja berbeda ketika di atas panggung dimana durasi pementasan mencapai sekitar 2 jam.

Dalam penayangan di TV, ini dari cerita dan pesan yang disampaikan tentu tidak dapat dikompromikan. Dan ini disadari oleh TVRI dan juga tim Ladang Perminus. Adapun penanyangan di TVRI yang akan disiarkan secara nasional akan dilakukan pada tanggal 8 November 2009.

Tim Ladang Perminus mengucapkan banyak terima kasih kepada PT. Sinemasakini dan TVRI atas kerjasama untuk mempromosikan gerakan anti korupsi ini. Semoga langkah-langkah ke depan untuk mewujudkan Indonesia yang jauh lebih baik akan semakin gencar.
Read On 0 comments

Jadwal Tour Ladang Perminus di Solo - Semarang

Ladang Perminus adalah novel yang mengangkat persoalan korupsi di Pertamina era 1970-an. Dengan menampilkan tokoh Hidayat, seorang pejuang angkatan 45 yang kemudian bekerja di Pertamina, Ramadhan berhasil mengangkat isu korupsi yang merajalela di perusahaan milik pemerintah itu.

Mainteater menyiapkan pementasan itu untuk kampanye anti-korupsi yang ikut digalang sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti ICW, Praxis, Walhi, dan Perkumpulan Seni Indonesia. Setelah dipentaskan sebanyak 9 kali di Bandung dan Jakarta, lakon yang sama rencananya akan dimainkan di Taman Budaya Surakarta (28 Oktober 2009 Pukul 20.00 WIB), SMA Santo Yosef Surakarta (29 Oktober 2009 Pukul 17.00 - Khusus pelajar yang diundang) dan Taman Budaya Raden Saleh Semarang (30 Oktober 2009 Pukul 18.30).

Selain pementasan, panitia juga akan mengadakan diskusi mengenai konteks korupsi yang terjadi di Indonesia.

Penyelenggaraan tour ini merupakan hasil kerjasama penyelenggara dengan Hivos Southeast Asia, ICCO, Kedutaan Besar Belanda, Panitian Mimbar Teater Indonesia, Taman Budaya Surakarta serta sejumlah organisasi dan komunitas di Solo dan Semarang.

Untuk Informasi silahkan hubungi:
Zhu Khi Thian Haas di 081395281713
Nungky di 08562538180
Fatah Muria di 0818242960
Read On 0 comments

Pengumuman Hasil Lomba Menulis Anti Korupsi Tingkat SMA

Sehubungan dengan Lomba Menulis Tingkat SMA yang diselenggarakan sejak bulan Juli sampai September 2009 sebagai bagian dari rangkaian kegiatan pementasan teater Ladang Perminus dan workshop guru di Bandung dan Jakarta, berikut ini kami umumkan hasil lomba yang diikuti oleh 160 peserta dari SMA-SMA di Jakarta, Bandung, Cisarua, Lembang, Cimalaka, dan sekitarnya.

Dewan juri yang terdiri dari FX Rudy Gunawan (Ketua), Ayu Utami (anggota), Febri Diansyah (anggota), Pius Ginting (anggota), Andi Yuwono (anggota), Susilo Adinegoro (anggota), dan Agung Yudhawiranata (anggota), telah menyelesaikan seluruh proses penjurian dengan hasil sebagai berikut :

Pemenang Lomba

Juara I
Martabat Seharga Rp.5000
Karya: Hanna Hanifah, SMA 5 Bandung
Total Nilai 1265

Juara II
Korupsi Nasionalisme
Karya: Kathrinna Rakhmavika, SMA St. Ursula, Jakarta
Total Nilai 1232

Juara III
Hutan Bakau Target Korupsi Selanjutnya
Karya: Pawitra Lintang, SMA 5 Bandung
Total Nilai 1222

Juara Harapan I
Korupsi = Budaya?
Karya: Okie Fauzi Rachman, SMA 5 Bandung
Total Nilai 1179

Juara Harapan II
Korupsi & Penerus Bangsa
Karya: Pipin Mardiyah, SMAN I Lembang
Total Nilai 1172

Juara Harapan III
Korupsi Penghancur Jembatan Masa Depan
Karya: Nyi Mas Ratu Rema Winata, SMA 5 Bandung
Total Nilai 1165

Juara Harapan IV
Hidup Bersama Korupsi di Masa Depan
Karya: Griselda Puspa Sukromo, SMA Tarakanita I Jakarta
Total Nilai 1153

Juara Harapan V
Korupsi, versi SMA
Karya: Siti Nur Azizah, SMA I Cimalaka
Total Nilai 1150

Juara Harapan VI
Pencuri Itu Bersarang di Rumahku
Karya: Helga Marwa Afifah, SMA 5 Bandung
Total Nilai 1140

Juara Harapan VII
Siapapun Cinta Korupsi
Karya: Veronica Natasha Adelein, SMA St. Ursula, Jakarta
Total Nilai 1138

Demikian hasil keputusan Dewan Juri yang tidak bisa diganggu gugat. Untuk penyerahan hadiah dan peluncuran buku hasil karya lomba, panitia akan menghubungi sekolah para pemenang melalui surat.

Selain 10 pemenang tersebut di atas telah diseleksi juga 10 karya peserta lain yang terpilih untuk ikut diterbitkan dalam buku hasil lomba. Dewan Juri memutuskan 10 karya tersebut adalah :

10 Karya Pendamping

Buaya Di Istanaku, Ria Fitri Pryliana (SMA 5 Bandung), Total Nilai 1118
Hiduplah Koruptor Berjaya, Amila Hanifan M (SMA 5 Bandung), Total Nilai 1112
Tikus Pengerat Para Rakyat, Alin Aliyah (SMA 5 Bandung), Total Nilai 1110
Korupsi Sebuah Problema Orang Miskin, Daryanto (SMA I Cisarua), Total Nilai 1072
Masa Depan Pemberantasan Korupsi, Yonie Adityo Respati (SMA 5 Bandung), Total Nilai 1071
Korupsi & Masa Depan Bangsa, Zulfi Nadhia Cahyani (SMA 8 Bandung), Total Nilai 1069
Dapatkah Indonesia Bebas Korupsi Di Masa Mendatang, Syefti Febriana (SMA 5 Bandung), Total Nilai 1087
Sebuah Realita Bernama Korupsi, Evangelina Darvina (SMA St. Ursula), Total Nilai 1067
Tikus Berdasi, Asep Setiawan (SMA 1 Cisarua), Total Nilai 1060
Lingkungan Hidup Terlupakan Demi Kepentingan Sendiri, Karya Mohammad Rimba P (SMA 5 Bandung), Total Nilai 1019

Demikian keputusan dewan juri untuk 10 karya pendamping yang akan ikut diterbitkan sebagai buku. Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu-gugat.

Jakarta, 20 Oktober 2009-10-20
Ketua Dewan Juri

FX Rudy Gunawan
Read On 0 comments

JADWAL MIMBAR TEATER INDONESIA, SOLO, 25 - 30 OKTOBER

Berikut adalah informasi jadwal pementasan, diskusi dan pemutaran
dokumentasi pementasan/proses pada aacara MIMBAR TEATER INDONESIA
yang digelar di taman budaya surakarta, jl. Ir. Sutami 51, Solo.


JADWAL ACARA MIMBAR TEATER INDONESIA
MINGGU, 25 Oktober 2009
Jam 10.00 – 12.00 Diskusi Harian
Jam 15.30 – 17.30 Pemutaran Dokumentasi
Jam 20.00 – 21.00 Pementasan Teater Eks Surakarta
Jam 21.00 – selesai Diskusi Usai Pementasan

SENIN, 26 Oktober 2009
Jam 10.00 – 12.00 Peluncuran Buku STB “MELAKONI TEATER”
Jam 15.30 – 17.30 Pemutaran Dokumentasi
Jam 19.30 – 20.30 Pementasan Monolog STB (Studiklub Teater Bandung)
Jam 20.30 – 21.30 Pementasan Teater Kampung Seni Banyuning(Singaraja, Bali)
Jam 21.30 – selesai Diskusi Usai Pementasan


SELASA, 27 Oktober 2009
Jam 10.00 – 12.00 Diskusi Harian; Narasumber Teater Garasi (Yogyakarta)

Jam 15.30 – 17.30 Pemutaran Dokumentasi
Jam 20.00 – 21.00 Pementasan Masyarakat Batu (Palu, Sulteng)

Jam 21.00 – selesai Diskusi Usai Pementasan


RABU, 28 Oktober 2009
Jam 10.00 – 12.00 Diskusi Harian; Narasumber Thompson Hs. (Medan)

Jam 15.30 – 17.30 Pemutaran Dokumentasi
Jam 19.30 – 20.30 Pementasan Teater Studio Indonesia (Banten)

Jam 21.00 – 23.00 Pementasan "LADANG PERMINUS" oleh MainTeater (Bandung)



KAMIS, 29 Oktober 2009
Jam 10.00 – 12.00 Diskusi Pementasan Teater Studio Indonesia dan
Mainteater
Jam 15.30 – 17.30 Pemutaran Dokumentasi
Jam 20.00 – 21.00 Pementasan Teater Payung Hitam (Bandung)

Jam 21.00 – selesai Diskusi Usai Pementasan


JUMAT, 30 Oktober 2009
Jam 10.00 – 12.00 Diskusi Harian
Jam 15.30 – 17.30 Pemutaran Dokumentasi
Jam 20.00 – 21.00 Pementasan Kelompok Kerja Teater Surakarta (Solo)
Jam 21.00 – selesai Diskusi Usai Pementasan
Read On 0 comments

LADANG PERMINUS : SEBUAH PEMENTASAN

Pernahkah terbayangkan bila korupsi telah menyebar ke berbagai sektor di negeri ini termasuk dalam tubuh sektor minyak dan gas [Migas]?

Adegan awal lampu menyorot panggung, terlihat suasana kantor. Hidayat [Wawan Sofwan], Subarkah [Chandra Kudapawana] dan Herman [Sahlan Mujtaba] tengah asyik membicarakan berita di koran Indonesia Raya.

Koran hari itu berisi data-data korupsi di tubuh Perminus yang merugikan negara, terlihat jelas dari awal hingga akhir cerita, penonton diajak untuk berpikir kritis tentang korupsi melalui pertunjukan teater realis dengan setting tahun 1970-an.

Letupan-letupan konflik juga muncul saat Hidayat merasa dibohongi dan terhina disebabkan atasannya Kahar [Fajar Emmilianus] memanfaatkan perjuangan Hidayat untuk menyelamatkan uang negara tapi malah dikorupsi oleh Kahar dan pencalonan Hidayat sebagai gubernur Jawa Barat dijadikan alat oleh Kahar untuk menjatuhkan Hidayat dari Perminus.

Meski di ending pertunjukan, kasus korupsi Kahar terbongkar media massa tetapi tidak merubah gelar Pahlawan yang disandangnya dengan dikuburkannya di Taman Pahlawan dengan upacara kenegaraan. Tentu saja hal ini membuat Hidayat mengerutkan kening karena tidak percaya dengan persepsi pahlawan di negeri ini, sesuai dengan dialog terakhir Hidayat, “Di negeri ini, hanya di negeri ini, seorang koruptor bisa menjadi pahlawan.”

Ladang perminus yang diadaptasi dari novel Ramadhan KH dengan judul yang sama merupakan kelanjutan dari pementasan Sandekala dari novel Godi Suwarna. Ke-duanya memiliki benang merah yang masih berisi kasus korupsi dan mainteater bekerjasama dengan berbagai lembaga mewujdukannya dengan apik untuk memberikan sebuah wacana baru untuk penyampaian pesan moral tentang kejahatan korupsi melalui teater.

Secara keaktoran, para pemain terlihat total dalam mengeksplorasi aktingnya di atas panggung, terutama tokoh Hidayat dan Kahar, sehingga penonton terlihat hanyut dan gereget dengan alur cerita pertunjukan yang berdurasi dua jam. Perwujudan bentuk novel kedalam naskah teater dalam Ladang Perminus oleh FX. Rudy Gunawan dan Wawan Sofwan tidak membuat hilangnya estetika sastra dan seni.

Pertunjukan teater “Ladang Perminus” mengupas habis hingga ke kulit ari kasus korupsi dalam tubuh Perminus. Pementasan yang berlangsung di Bandung [6-8/08/09] dan Jakarta [12-13/08/09] mendapat sambutan hangat dari berbagai baik kalangan seniman, media, LSM, pelajar dan mahasiswa.

Melihat antusiasme publik, panitia pelaksana di Jakarta menawarkan untuk menggelar pementasan Ladang Perminus di Semarang 30 Oktober 2009. Pementasan juga meliputi diskusi publik mengenai korupsi di sektor migas dan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia pada umumnya.

Oleh karena itu dalam perjalanan pulang, Ladang Perminus akan singgah di Semarang dan akan tampil di Taman Budaya Raden Saleh, Jalan Sriwijaya Semarang. Pementasan sederhana akan diawali dengan diskusi pengantar untuk memperkuat wacana kampanye. Pementasan di Semarang mendapatkan dukungan dari berbagai pihak antara lain Perkumpulan Perdikan, LRCKJHAM, KP2KKN Jawa Tengah, LBH Semarang, KPI, AJI Semarang, PATTIRO Semarang, AMPUH Jateng, Yayasan Setara, Percik Salatiga, LSKAR Salatiga, FORBES PM Magelang, GERTAK Batang, FSBI, KAMMI Semarang, BEM KM Undip, Dewan Kesenian Semarang (Dekase), Taman Budaya Raden Saleh, dan SMA Kolese Loyola. (OVA)
Read On 0 comments

Perminus di TVRI dan Tour ke Solo - Semarang

Untuk memperluas gaung kampanye anti korupsi, perusakan liangkungan dan pelanggaran HAM, Ladang Perminus akan tampil di TVRI pada akhir Oktober 2009 dan akan disiarkan ke seluruh pelosok negeri dalam format tv-play. Penampilan di TVRI ini merupakan kerjasama dengan PT. Sinemasakini. Pengambilan gambar sendiri akan dilakukan pada tanggal 17 Oktober di TVRI Pusat di Senayan.

Selanjutnya dalam rangka memenuhi undangan Panitia Mimbar Teater Indonesia di Solo, Ladang Perminus bersama beberapa kelompok teater lainnnya dari Bandung, Solo, Bali dan Palu akan tampil di Taman Budaya Surakarta. Ladang Perminus sendiri akan tampil pada tanggal 28 Oktober 2009.

Pada tanggal 29 Oktober 2009, Ladang Perminus dalam format minimalis akan dipentaskan bagi kalangan pelajar di SMA Santo Yosef Solo. Pementasan ini akan disertai dengan diskusi yang akan dihadiri oleh pelajar di Solo.

Selama pertunjukan di Solo, Ladang Perminus mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yaitu panitia penyelenggara Mimbar Teater Indonesia sendiri, Komunitas Meja Bolong dan lain sebagainya.

Dalam perjalanan pulang, Ladang Perminus akan singgah di Semarang dan akan tampil di Taman Budaya Raden Saleh, Jalan Sriwijaya Semarang. Pementasan sederhana akan diawali dengan diskusi pengantar untuk memperkuat wacana kampanye. Pementasan di Semarang mendapatkan dukungan dari berbagai pihak antara lain Perkumpulan Perdikan, LRCKJHAM, KP2KKN, LBH Semarang, KPI, AJI Semarang, Taman Budaya Raden Saleh, LSKAR Salatiga dan SMA Kolese Loyola.

Tour Ladang Perminus di Solo dan Semarang mendapatkan dukungan pendanaan dari Kedutaan Besar Negeri Belanda.
Read On 0 comments

Penutupan Lomba Penulisan Opini

Bersama ini diinformasikan bahwa batas akhir penutupan pengiriman naskah Lomba Penulisan Opini Anti Korupsi Tingkat Nasional sudah berakhir pada tanggal 13 September 2009. Naskah yang masuk ke panitia hingga batas akhir tersebut bekisar 150 naskah dari berbagai sekolah dan kota.

Dewan Juri akan memulai proses penilaian naskah dalam beberapa tahap. Pengumuman pemenang akan dilakukan pada bulan Oktober 2009.

Mohon bagi para peserta tidak melakukan komunikasi baik melalui email maupun telepon hingga pengumuman dilakukan di www.teater-perminus.blogspot.com

Terima kasih dan harap maklum.
Read On 0 comments

Poster Lomba Penulisan Opini "Anti Korupsi"

Read On 0 comments

Pengumuman Penundaan Penutupan Lomba Menjadi Tanggal 13 September 2009

Sehubungan dengan banyaknya permintaan dari siswa SLTA untuk mengikuti lomba penulisan dari kota lain selain Bandung dan Jakarta, bersama ini diinformasikan bahwa setelah mempertimbangkan pemerataan kesempatan, panitia memutuskan untuk menunda penutupan lomba penulisan dari tanggal 30 Agustus menjadi 13 September 2009.

Persyaratan bahwa siswa SLTA yang mengikuti lomba harus menonton pementasan dan mewakili sekolahnya telah ditiadakan. Dengan demikian lomba penulisan opini ini menjadi terbuka untuk seluruh siswa SLTA dari seluruh Indonesia. Bahan informasi mengenai tema dan lain-lain silahkan diakses di www.teater-perminus.blogspot.com.

Persyaratan lain silahkan dilihat di TOR yang baru di bawah ini.

Terima kasih dan harap maklum.



Lomba Penulisan Opini Anti Korupsi Tingkat SLTA
Term of Refference
Lomba Penulisan Opini Anti Korupsi Tingkat SLTA



PENGANTAR


Perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sudah sangat mengakar di berbagai lapisan birokrasi dan instusi pemerintahan, memerlukan upaya-upaya pencegahan yang melibatkan seluruh anggota masyarakat. Upaya strategis yang masih memerlukan dukungan masyarakat secara luas adalah menumbuhkan semangat anti korupsi pada kalangan generasi muda sehingga di masa depan, secara pasti bangsa kita benar-benar akan terbebas dari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini, setidaknya telah berhasil menciptakan kondisi yang membuat para koruptor besar menahan aksi-aksi korupsi mereka. Namun apa yang dilakukan KPK baru menyentuh sebagian kecil saja dari permasalahan korupsi dan upaya-upaya pemberantasannya. Tanpa dukungan kongkrit dari masyarakat, entah itu hanya berupa upaya minimal tidak mendukung praktik korupsi sampai upaya yang lebih besar seperti melakukan kampanye anti korupsi sendiri, KPK akan kewalahan memerangi korupsi.

Salah satu contoh kampanye anti korupsi yang dilakukan atas inisiatif sendiri adalah pementasan teater “Ladang Perminus” oleh sejumlah seniman yang berkolaborasi dengan sejumlah LSM. Naskah “Ladang Perminus” karya Ramadhan KH menceritakan kasus korupsi di bidang migas pada masa lalu menjadi sebuah media untuk mengajak masyarakat ikut bersama-sama melawan korupsi.

Jalan kebudayaan untuk mengkampanyekan berbagai persoalan sosial bisa lebih efektif karena sifatnya yang lebih persuasive. Bertolak dari pementasan Ladang Perminus yang akan digelar di Bandung dan Jakarta pada bulan Agustus 2009 dengan fokus penonton siswa SLTA, akan diadakan sebuah lomba penulisan opini untuk siswa SLTA yang menjadi penonton pementasan teater Ladang Perminus.

Bagi siswa SLTA yang ingin terlibat dalam lomba penulisan namun tidak dapat menghadiri pementasan, dipersilahkan untuk melihat sumber informasi di www.teater-perminus.blogspot.com



TUJUAN

Tujuan lomba ini terkait dengan upaya untuk menumbuhkan semangat anti korupsi di kalangan generasi muda. Melalui lomba penulisan opini yang dikaitkan dengan pementasan teater Ladang Perminus, siswa SLTA yang menonton selain terstimulus untuk melakukan apresiasi, juga dimotivasi untuk menuangkan pendapat mereka dalam bentuk tulisan opini. Diharapkan setidaknya setiap SLTA mengirimkan satu tulisan dari siswa yang mereka tunjuk sehingga jika ada 120 SLTA yang menonton, akan terkumpul 120-an tulisan yang mewakili opini generasi muda tentang korupsi.



TEMA:

Tema lomba penulisan opini ini tidak berhubungan langsung dengan cerita dalam pementasan teater Ladang Perminus karena pertunjukan tersebut hanya menjadi semacam “alat” untuk merangsang gagasan dan pendapat siswa SLTA tentang korupsi. Tema untuk lomba penulisan ini adalah:

1. Korupsi dan Masa Depan Bangsa
2. Dampak Korupsi Terhadap Lingkungan Hidup
3. Dampak Korupsi Terhadap HAM
4. Jika Ada Seorang Koruptor di Keluarga

Setiap peserta bebas memilih satu tema


PERSYARATAN


1. Tulisan harus merupakan karya asli siswa dan mendapatkan rekomendasi dari sekolah yang bersangkutan
2. Tulisan belum pernah dipublikasikan di majalah sekolah maupun media umum
3. Peserta adalah siswa kelas 2, atau 3 yang masih aktif (bukan alumnus)
4. Panjang tulisan 3 sampai 5 halaman ketik computer, 1,5 spasi, font Times News Roman 12 poin
5. Bentuk tulisan adalah opini, bukan artikel ilmiah
6. Memakai bahasa Indonesia popular, tidak harus baku
7. Identitas dan alamat peserta ditulis di bagian bawah tulisan dengan jelas
8. Menyertakan foto kopi kartu pelajar
9. Naskah hardcopy dikirim via pos ke alamat panitia selambat-lambatnya 13 September 2009. Sedangkan sebagai cadangan, naskah sofcopy dikirimkan melalui email ke ladangperminus@yahoo.com dengan ditulis subyek berita LOMBA LADANG PERMINUS (nama sekolah) selambat-lambatnya tanggal 13 September 2009
10. Keputusan Juri mutlak dan tidak bisa digangu gugat
11. Dalam lomba penulisan ini, panitia tidak mengutip biaya apapun kepada peserta baik siswa maupun sekolah


HADIAH


Juara I : Rp. 1.000.000,-
Juara II : Rp. 750..000,-
Juara III : Rp. 500.000,-
Juara Harapan I sampai VII masing-masing mendapatkan Rp. 300.000,-

Tulisan yang mendapatkan juara I hingga Juara Harapan VII rencananya akan diterbitkan dalam buku beserta beberapa tulisan peserta lain yang dianggap layak.

Seluruh peserta dan sekolah yang terlibat akan mendapatkan sertifikat dari penyelenggara.


DEWAN JURI


1. Indonesian Corruption Watch
2. WALHI
3. Perkumpulan Seni Indonesia


PENYELENGGARA

Kerjasama antara Indonesian Corruption Watch, Perkumpulan Seni Indonesia, Perkumpulan Praxis, Mainteater Bandung dan WALHI


ALAMAT SEKRETARIAT

Jl. Salemba Tengah No. 39-BB, Jakarta 10440
Tel. 021 3156907, 3156908 Fax. 021 3900810 Mobile 0811182301
email: ladangperminus@yahoo.com
www.teater-perminus.blogspot.com


PENGUMUMAN
Read On 0 comments

Kata Mereka

Komentar pementasan dari audiens pelajar, guru, dan masyarakat umum Bandung dan Jakarta:


Fabulous! kawan-kawan di pementasan berhasil menyajikannya dengan sangat apik dan memberi kesan bahwa hidup kita ini adalah sandiwara nyata dimana setiap orang adalah peran utamanya (0856---)

Bagus, tapi maaf ceritanya mungkin terllau berputar-putar maaf ya , tapi keseluruhan sudah bagus. (0833---)

Top dech pokonya (0898---)

Plotnya cukup terbnagun, tapi beberapa peran pembantu masih kaku dan kurang natural seperti masih menghapal, Cuma segitu maklum ga nonton sampe beres (0812---)
Ok, sangat bagus alangkah baiknya kalau dibuat film, akan sangat bermanfaat bagi guru sebagai media pembelajaran. (0817---)

Tema yang mengangkat masalah korupsi yang sudah mengkristal, bahkan sulit ditumpas sangat menarik bagi saya, ini merupakan gambaran negatif bagi kita semua tentang keadaan negara. Mengenai tampilan pementasan, mimik pelaku dll saya angkat jempol, saya belajar banyak hal ketika melihat pementasan tersebut khususnya mengenai teater, pokonya saluut deh moga sukses (0813---)

Pertunjukan teater Ladang Perminus menurut saya sudah hampir sempurna. Saya harap cerita dalam pertunjukannya lebih diperjelas. Thank’s. Semoga sukses (0852---)

Pementasan yang diselenggarakan ini sangat menarik dan menambah pengetahuan kita di bidang korupsi. Ditambah dengan akting orang-orang yang memerankannya, membuat ceritanya seperti sungguhan. Saya merasa senang telah diundang menonton Ladang Perminus. (0898---)

Mestinya pementasan ini dipertunjukkan di depan wakil rakyat... ada bagian-bagian yang ga jelas maksudnya (pramugari lagi ngobrol) tapi secara keseluruhan menarik banget buat ditonton (0812---)

Bagus, cukup menyentuh untuk berkaca diri dalam pembelajaran tentang kepribadian yang jujur dan bertanggung jawab untuk generasi penerus bangsa yang bersih dan bertransparansi dalam mengaudit keuangan negara, alangkah baiknyalagi acara seperti ini jangan hanya satu departemen saja. Terima kasih. (Renja, smkn 2 jakarta)

Agak monoton pas pergantian latar tempatnya (0857---)

Owh, mpentasnya keren abiez.. ini bisa dijadikan contoh buat anak-anak muda sekarang (0898---)

Pementasannya bagus, tapi saya kurang paham endingnya. Kenapa Kahar itu harus dimakankan di taman makam pahlawan? Apa karena dimakamkan di sana bisa disebut seorang pahlawan? (0229294---)

Bagus. Penghayatan maksimal. Karakter tokoh sesuai. Tetapi pengantar alur terlalu panjang, beberapa bloking membelakangi penonton sangat mengganggu (0815---)

Aktor, aktris bermain total. Skenario ok banget. Tata lampu panggung hebat! Kalo durasi persingkat tanpa mengurangi inti cerita akan lebih ok (0812---)

Perlu ada tambahan adegan agar amanat yang diusung mengalir dan terjaga, terutama penonton awam yang terbiasa disuguhi menu sinetron. (0852---)

Bagus. Saya kagum dengan pementasan malam itu. Pemain sangat menjiwai. Kostum pemain sangat pas. Tata ruang/setting sesuai adegan. (0815---)

Menurut Wy teaternya tuh bagus banget ngasih pesannya tuh bagus, udah gitu aneh aja gitu seorang koruptor bisa jadi pahlawan. Si Bapak Hidayatnya itu meskipun berperilaku baik tapi mempunyai simpanan gitu, jadi ngebuat si penonton tuh aneh gitu! Kahar pahlawan yang jasanya itu entah di mana tapi jadi pahlawan. (0857---)

Keren! Serius, sarat pesan. Saya yakin proses adaptasinya dan latihan memakan waktu lama. Tokoh Hidayat dan Kahar yang sangat menarik membuat cerita sangat hidup. Sukses dan hebat! (Tanti SMA 8)

Bagus dan mendidik. Pemeranan juga sudah cukup pas. (Decky, SMA 19 Bandung)

Bagus tapi kurang jelas waktu akhir ceritanya. (0856---)

Bisa dijadikan sebagai contoh kehidupan bahwa kita dilarang melakukan perbuatan korupsi sekecil apapun. (0852---)

Sebuah pementasan yang membukakan kesadaran atas bobroknya pejabat, kegamangan manusia jujur yang diming-imingi upeti, dan perjuangan untuk tetap bekerja idealis dan bermoral. (0852---)

Bagus, menarik tepat ditonton oleh generasi penerus. Mudah-mudahan melalui pementasan teater itu generasi muda lebih tergugah nuraninya untuk di kemudian hari bila menjadi orang yang punya wewenang tidak menyalahgunakannya sebab cepat/lambat akan berending tragis. (0852---)

Teaternya cukup menarik. Semuanya dilakukan dengan sangat rapi. Tapi tempatnya kurang nyaman sehingga suara dari luar ruangan mengganggu konsentrasi untuk menyimak teater itu. (0898---)

Bagus, sangat baik untuk dijadikan mediator penyampaian penyuluhan budaya korupsi pada cikal bakal para calon pemimpin bangsa, namun menurut saya peran yang disajikan masih cukup kasar bagi pemikiran seorang pelajar, sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran tertentu untuk mencerna apa yang akan disampaikan pada pementasan teater itu sendiri sebagai mediator penyuluhan budaya korupsi. (0857---)

Ladang Perminus sangat top dan diacungi jempol karena berkat itu kita sadar akan kekayaan alam yang kita punya selama ini jadi incaran para koruptor. (0881---)
Asyik, segar. Semula kupikir bakal bete, gak taunya betah sampe selese. Apalagi musik ok! (0811---)

Pementasannya bagus. Walaupun temanya serius tapi tetap bisa disampaikan dengan menghibur. Cuma untuk pola pergantian settingnya mungkin bisa diberikan beberapa variasi supaya tidak kesannya terlalu teknis mengingat banyaknya pergantian setting. (Wewe, 0813---)
Read On 0 comments

Perlawanan dari Atas Panggung

KOMPAS
Minggu, 16 Agustus 2009 | 03:24 WIB
Putu Fajar Arcana

Pilihan terhadap realisme di panggung teater di tengah silang sengkarut kebudayaan urban hanya akan mengundang risiko. Bahkan, apa yang terjadi di panggung tak mungkin bisa menyamai kenyataan, yang kata pemikir kebudayaan Umberto Echo kian menuju pada hiper-realitas.
Ada dua risiko yang harus ditantang Mainteater Bandung ketika mementaskan naskah adaptasi dari novel Ladang Perminus karya Ramadhan KH, Rabu (12/8)-Kamis (13/8) di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Penulis naskah sekaligus sutradara, Wawan Sofwan, harus bekerja sama dengan penulis FX Rudi Gunawan untuk menaklukkan novel Ramadhan KH yang pelik dan penuh dengan plot simpangan. Wawan dan Rudi bahkan menyebutkan mereka sampai harus membuat enam draf sebelum akhirnya naskah siap dipentaskan. Itu risiko pertama mengadaptasi kisah yang dituturkan orang lain dalam bentuk yang lebih naratif.
”Sejumlah adegan dalam draf enam harus dihilangkan untuk mempertajam konflik,” ujar Rudi Gunawan. Persoalan belum selesai. Materi cerita yang disediakan Ramadhan sesungguhnya perkara korupsi di tubuh perusahaan minyak terbesar di Indonesia, Perminus (Perusahaan Minyak Nusantara), yang terjadi tahun 1970-an. Kita tahu korupsi sampai di masa kini adalah kisah-kisah tragik-komedi sekaligus mengandung absurditas absolut. Inilah tantangan kedua, yang kemudian membuat Wawan Sofwan memutuskan memilih bentuk realis.
”Kami mengangkut dua truk properti langsung dari Bandung,” kata Wawan. Cukup beralasan, karena seluruh landasan panggung beserta perabotan, seperti meja, kursi, jendela, gantungan topi, vas bunga, tempat tidur, kasur, dan tentu saja kostum pemain, semuanya adalah benda sehari-hari yang kita kenal dan memiliki volume besar.
Jangan heran bila kemudian pergerakan adegan sangat ditentukan oleh setting. Lakon tidak hanya disusun oleh struktur plot yang ketat, tetapi juga dibangun oleh setting. Begitulah risiko berat yang harus ditempuh Wawan. Benda-benda seperti meja dan kursi tak memberi imajinasi apa pun ketika ia ditempatkan dalam bingkai realisme. Salah-salah bisa menjerumuskan pementasan pada kelambanan dan membelenggu kebebasan tafsir.
Adegan pendek
Wawan dan Rudi boleh dipuji atas keberanian keduanya memilih bentuk realis di tengah absurditas perilaku korupsi di negeri ini. Cobalah renungkan tokoh seperti Kahar (Fajar Emmillianus), seorang direktur di Perminus yang sudah kaya-raya dan beristri dua, masih juga dengan pongah melakukan korupsi. Bukankah ini paralel dengan realitas hidup di negeri ini, di mana tindakan korupsi, setidaknya yang diketahui, lebih banyak dilakukan oleh pejabat yang kaya-raya? Itukah yang disebut rakus? Ah, jangan-jangan tindakan korupsi itu semacam kleptomania? Absurd bukan? Sementara tokoh Hidayat (Wawan Sofwan) yang lurus dan jujur dituding bodoh dan orang bodoh pasti miskin.
Wawan dan Rudi tahu persis, pertama-tama realisme akan mengundang kebosanan lantaran dianggap memiskinkan tafsir. Oleh karena itu, 30 adegan yang membentuk bangunan cerita tak satu pun berdurasi lebih dari 5 menit. Pementasan ini ibarat potongan-potongan gambar yang disatukan oleh struktur plot besar: mengutuk perilaku korupsi secara ”membabi-buta”. Mungkin itu pula sebabnya poster pementasan ini memasang potret celeng, binatang yang dicap rakus menggeduk isi hutan.
Bahkan, pada adegan ke-20 ketika terjadi perundingan antara Hidayat dan investor dari Belgia, Onkelinx (Nandi Riffandi), untuk pembangunan pabrik baja di Cilegon, tak ada dialog yang terdengar. Gambar-gambar diperkaya dengan blocking tokoh-tokoh yang berubah-ubah diiringi siraman lampu yang dinamis. Adegan ini sudah cukup mengingatkan kita pada realisme yang diusung film. Begitu juga dengan adegan-adegan pendek itu, sepenuhnya mengacu pada visualisasi dan pengadeganan sebagaimana biasa terjadi pada film.
Siapa pun tak bisa menyangkal sampai kini realisme pada film seperti tak bisa habis. Bahkan, pada film-film fiksi ilmiah, segala sesuatu yang sesungguhnya belum nyata disodorkan sebagai sesuatu yang benar-benar ada sehingga seusai menonton kita mulai berpikir mungkin suatu kali realitas pada film benar-benar terhampar di hadapan kita.
Keberhasilan pementasan Ladang Perminus yang didukung banyak institusi pencemooh perilaku korupsi tiada lain dari kecerdikannya mencantol pada realisme yang disodorkan dunia film. Di situ persoalan penentangan pada perilaku korup tidak jatuh pada slogan atau sekadar bentangan spanduk di jalan-jalan. Dan, kita justru diajak untuk membenci Kahar bersama-sama dengan pernyataan yang melecehkan orang-orang lurus dan jujur. Perlawanan dari panggung itu diam-diam menyusup ke dalam hati kita. Lawan korupsi!
Read On 0 comments

Ladang Perminus, Cerminan Korupsi Sektor Migas

By beritaseni on August 21st, 2009

Oleh Ratu Selvi Agnesia


Pernahkah terbayangkan bila korupsi telah menyebar ke berbagai sektor di negeri ini termasuk dalam tubuh sektor minyak dan gas [Migas]? Pertunjukan teater “Ladang perminus” mengupas habis hingga ke kulit ari kasus korupsi dalam tubuh Perminus. Pementasan yang berlangsung di Bandung [6-8/08/09] dan Jakarta [12-13/08/09]mendapat sambutan hangat dari berbagai baik kalangan seniman, media, LSM, pelajar dan mahasiswa.
Adegan awal lampu menyorot panggung, terlihat suasana kantor. Hidayat [Wawan Sofwan], Subarkah [Chandra Kudapawana] dan Herman [Sahlan Mujtaba] tengah asyik membicarakan berita di koran Indonesia Raya.
Koran hari itu berisi data-data korupsi di tubuh Perminus yang merugikan negara, terlihat jelas dari awal hingga akhir cerita, penonton diajak untuk berpikir kritis tentang korupsi melalui pertunjukan teater realis dengan setting tahun 1970-an.
Letupan-letupan konflik juga muncul saat Hidayat merasa dibohongi dan terhina disebabkan atasannya Kahar [Fajar Emmilianus] memanfaatkan perjuangan Hidayat untuk menyelamatkan uang negara tapi malah dikorupsi oleh Kahar dan pencalonan Hidayat sebagai gubernur Jawa Barat dijadikan alat oleh Kahar untuk menjatuhkan Hidayat dari Perminus.
Meski di ending pertunjukan, kasus korupsi Kahar terbongkar media massa tetapi tidak merubah gelar Pahlawan yang disandangnya dengan dikuburkannya di Taman Pahlawan dengan upacara kenegaraan. Tentu saja hal ini membuat Hidayat mengerutkan kening karena tidak percaya dengan persepsi pahlawan di negeri ini, sesuai dengan dialog terakhir Hidayat, “Di negeri ini, hanya di negeri ini, seorang koruptor bisa menjadi pahlawan.”
Ladang perminus yang diadaptasi dari novel Ramadhan KH dengan judul yang sama merupakan kelanjutan dari pementasan Sandekala dari novel Godi Suwarna. Ke-duanya memiliki benang merah yang masih berisi kasus korupsi dan mainteater bekerjasama dengan berbagai lembaga mewujdukannya dengan apik untuk memberikan sebuah wacana baru untuk penyampaian pesan moral tentang kejahatan korupsi melalui teater.
Secara keaktoran, para pemain terlihat total dalam mengeksplorasi aktingnya di atas panggung, terutama tokoh Hidayat dan Kahar, sehingga penonton terlihat hanyut dan gereget dengan alur cerita pertunjukan yang berdurasi dua jam. Perwujudan bentuk novel kedalam naskah teater dalam Ladang perminus oleh FX.Rudy Gunawan dan Wawan Sofwan tidak membuat hilangnya estetika sastra dan seni.
Terlihat segurat wajah kepuasan dari wajah Gilang Ramadhan, anak dari almarhum Ramadhan KH setelah menyaksikan pementasan Ladang perminus di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta. []
* Penulis Seni Pertunjukan, tinggal di Bandung.
Read On 0 comments

Di negeri ini, hanya di negeri ini seorang koruptor bisa jadi pahlawan

Ladang Perminus adalah sebuah pertunjukkan teater yang diadaptasi dari novel yang berjudul sama karya Ramadhan KH. Pementasan teater Ladang Perminus dilaksanakan di dua kota, yaitu di Bandung, tanggal 6-8 Agustus di Gedung Kesenian Rumentang Siang dan Jakarta, tanggal 12-13 Agustus 2009 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.
Teater ini mengisahkan maraknya praktek kotor di sebuah perusahaan minyak bernama Perusahaan Minyak Nusantara (Perminus). Cerita berputar pada tokoh Hidayat, seorang mantan pejuang '45 yang ditampilkan sebagai karakter yang jujur, idealis, dan sangat menjunjung nilai moral dan hati nurani, yang harus jatuh bangun berjuang di tengah-tengah lingkungan yang korup.
Dalam karirnya di Perminus, Hidayat sempat menjadi korban fitnah dan kemudian "dirumahkan" karena tuduhan korupsi atas dirinya, namun tuduhan tersebut terbukti tidak benar, dan kemudian dia kembali bekerja di Perminus, dan kemudian ditugaskan untuk menangani tender dengan sebuah perusahaan Jepang di Singapura. Disinilah berbagai konflik dimulai. Mr.Kobayashi, direktur perusahaan Jepang tersebut sempat membujuk Hidayat dengan memberikan hadiah berupa sebuah mobil terkenal model terbaru melalui sekretarisnya. Hidayat yang lugu sempat sungkan dan menanyakan maksud pemberian tersebut, meskipun kemudian dia menerimanya dengan enggan. Sekembalinya Hidayat dari Singapura, dia melapor pada atasannya Kahar, dan bermaksud mengembalikan hadiah tersebut kepada Mr.Kobayashi. Kahar, melihat keluguan Hidayat, memanfaatkan kesempatan tersebut dan menganjurkan Hidayat agar menghibahkan mobil tersebut kepada perusahaan, dan Hidayat pun menyetujuinya.
Kahar merupakan tokoh antagonis utama dalam pementasan ini. Ia digambarkan sebagai sosok yang rakus, licik, dan juga keji dengan berbagai permainannya yang menjegal dan menyebar fitnah untuk mencapai tujuannya. Setelah Hidayat menyerahkan mobil tersebut kepada perusahaan, Kahar malah memberikan mobil tersebut kepada selingkuhannya.
Kahar, atasan Hidayat yang licik dan korup
Sementara itu, kawan-kawan seperjuangan Hidayat bersepakat untuk mencalonkan Hidayat sebagai Gubernur Jawa Barat karena latar belakang Hidayat yang dikenal cerdas dan jujur. Setelah mendapat berbagai dukungan, mereka mengajukan usul tersebut kepada Hidayat, namun usulan tersebut ditolak oleh Hidayat.
Hidayat menolak tawaran teman-temannya untuk menjadi Gubernur
Dengan rekan kerjanya, Hidayat juga mengalami berbagai konflik, antara lain dengan Sadikin yang jujur tapi memilih menutup mata terhadap kebusukan di sekitarnya dan Subarkah, yang lebih memilih bermain aman, dalam proyek pembangunan pengolahan minyak di Indramayu yang banyak menyengsarakan rakyat sekitar dengan uang ganti yang tidak wajar.

Hidayat berdiskusi dengan Sadikin dan Subarkah
Dalam perjalanan Hidayat ke Singapura berikutnya, dia sempat tergoda oleh Ita, seorang pramugari cantik (rupanya manusia memang tak ada yang sempurna hihihi) yang memandang Hidayat sebagai sosok yang karismatik, meskipun Hidayat tak menyentuh Ita, namun mereka sempat berfoto bersama di sebuah kamar hotel dengan Yu, salah seorang kurir perusahaan asing di Singapura (Yu merupakan karakter yang paling banyak mengundang tawa dalam cerita ini). Hidayat pun meminta Yu untuk mengirimkan foto tersebut ke kantornya.
siapa coba yang tidak tergoda oleh pramugari-pramugari cantik ini hihihi
Hidayat berduaan bersama Ita di kamar hotel
Konflik mencapai puncaknya ketika sepulang dari Singapura, Hidayat ditugaskan untuk melakukan kajian atas proyek pembangunan sebuah pabrik baja di Cilegon. Berkat kerja keras Hidayat dan timnya, mereka berhasil menurukan penawaran sebanyak 60 juta franc dari 630 juta franc menjadi 570 juta franc. Hidayat kemudian melaporkan keberhasilannya kepada Kahar, dan meskipun Kahar memberikan apresiasi terhadap keberhasilan Hidayat, melihat kesempatan ini untuk mengeruk uang demi kekayaan pribadi dan mengubah laporan penawaran tersebut menjadi 600 juta franc ! Hidayat kemudian mengetahui kecurangan ini lewat Onkelinx, seorang Swiss yang turut serta dalam proses penawaran dan dari Subarkah, dimana Subarkah ternyata orang yang diminta Kahar untuk menaikkan penawaran tersebut. Merasa direndahkan, Hidayat kemudian menghadap Kahar, dan mendapat perlakuan kasar dari Kahar dengan mengatakan bahwa hal tersebut bukan urusan Hidayat lagi.
Sementara itu tanpa sepengetahuan Hidayat, kawan-kawannya telah mencalonkan dirinya sebagai Gubernur, dan berita pencalonan Hidayat muncul sebagai berita utama sebuah koran. Kahar, merasa posisinya terancam dengan pencalonan Hidayat sebagai Gubernur, kemudian memecatnya. Hidayat menanggapi pemecatan ini sebagai sebuah pernyataan perang, dan dia menyatakan akan mengusut tuntas kasus penggelapan uang dalam proyek pembangungan pabrik baja yang didalangi Kahar.
Hidayat menghadapi Kahar
Setelah kepergian Hidayat dari Perminus, Yu, yang tidak mengetahui bahwa Hidayat telah keluar dari Perminus, datang membawa foto Hidayat bersama Ita yang dipesan Hidayat tempo hari, dengan lugunya, Yu, yang tidak menemukan Hidayat di mejanya, menghadap Kahar dan kemudian memberikan foto tersebut. Kahar melihat ini sebagai peluang emas untuk menjatuhkan Kahar dan segera menyebarluaskan foto tersebut ke kalangan media.
Sebagai akibat dari "skandal" tersebut, Hidayat gagal dicalonkan sebagai Gubernur. Tapi ia tidak tinggal diam dan kemudian membongkar skandal perselingkuhan dan korupsi yang dilakukan Kahar. Ketika berita mengenai keburukannya terbongkar oleh media, Kahar terkena serangan jantung dan meninggal di tempat.
Tapi masalah tidak selesai sampai di situ. Di kediamannya, Hidayat mendapat berita bahwa Kahar akan dimakamkan di taman makam pahlawan dengan prosesi kepahlawanan. Pertunjukan kemudian ditutup dengan adegan Hidayat berteriak lantang, "Di negeri ini, hanya di negeri ini, seorang koruptor bisa menjadi pahlawan !"
Secara keseluruhan pementasan berlangsung dengan baik. Tokoh dan kejadian yang digambarkan terasa sangat hidup, terlebih karena setting memang berputar di negara kita sendiri, dan nama dan istilah yang digunakan memang terdengar tak asing di telinga kita. Pemeran tokoh Hidayat mampu menunjukkan ketegasan dan keberanian Hidayat dalam melawan kebusukan dengan baik, sementara pemeran Kahar benar-benar dapat menimbulkan antipati penonton. Tata lampu dan musik yang digunakan dapat membawa kita ke suasana Indonesia pada jaman dahulu. Selain itu penataan kostum menurut saya perlu diacungi jempol, dengan permainan warna yang digunakan membuat komposisi warna dan bentuk panggung menjadi sedap dilihat.


Album foto Ladang Perminus bisa dilihat di http://rubahkelabu.multiply.com/photos/album/92/Ladang_Perminus.

Tags: teater, ladang perminus, rumentang siang
Prev: The Sisterhood of The Traveling Pants (2005)
Read On 0 comments

Main Teater Bongkar Korupsi Ladang Perminus

Hanya di negeri ini seorang koruptor bisa menjadi pahlawan.

Berbalut kemeja dan jas, Hidayat siap menghadap bos kantornya. Ia menenteng kunci dan amplop. "Silahkan masuk Pak Dayat," teriak Kahar, sang bos dari dalam ruang kerjanya.

Keraguan hilang sesaat ketika suara keras itu memintanya masuk. Agak terbata-bata Hidayat menjelaskan maksud kedatangannya. "Apa itu?" tutur Kahar bertanya. "Ini kunci dan surat-surat mobil keluaran terbaru. Rekanan kita memberikan ini sebagai hadiah untuk saya. Tetapi saya sepertinya berat untuk menerima ini," ungkap Hidayat menjawab.

Sontak mata Kahar terbelalak. Kursi malasnya pun menjadi lebih tegak ketimbang sebelumnya. Ia bersiap menjadi pendengar dan penasihat terbaik bagi Hidayat. Kahar mengatakan, hadiah itu wajar diterima Hidayat. Tetapi, Dayat sekali lagi menolak mengambilnya.

Bagi Kahar jawaban penolakan itu adalah berkah untuk dirinya. Ia pun berkata,"Tidak apa kamu serahkan pada perusahaan. Mobil ini bisa jadi aset perusahaan kita."

Hidayat pun mengangguk. Tetapi, tiga langkah setelah Hidayat pamit dari hadapan Kahar sesuatu yang tidak diketahuinya terjadi. Kahar memberikan mobil itu pada kekasihnya dan berujar bahwa itu adalah hadiah terindah Kahar untuk sang gadis. "Di Perminus itu sudah biasa," ujar seorang kawan kerja Hidayat.

Hidayat menolak anggapan bahwa segala sesuatu bisa dikorupsi seenak perut dan tanpa memikirkan nasib negara. Ia menolak aksi korupsi itu dan berniat melawan. Konflik ini berhenti setelah Kahar meninggal dan diberikan status pahlawan karena jasanya di Perminus.

Konflik humanis ini yang bisa disaksikan dalam pementasan kesekian dari kelompok teater Mainteater di Gedung Kesenian Rumentang Siang, 6-8 Agustus lalu. Teater yang diangkat dari novel karya Ramadhan K.H. yang berjudul Ladang Perminus. "Tentu saja tidak ada perusahaan bernama Ladang Perminus," ujar Andi Yuwono, produser pementasan.

Andi mengatakan Ladang Perminus adalah karya yang diadaptasi dari kejadian perusahaan terbesar milik Indonesia yang bergerak di bidang perminyakan. Novel ini mengambil setting korupsi di Pertamina pada tahun 1970-an. Dalam kisahnya disebutkan betapa sudah mengguritanya perilaku korupsi di perusahaan tersebut yang akhirnya harus "memaksa" setiap orang yang berurusan dengan Pertamina juga harus melakukan korupsi dan kolusi. "Ini adalah kritik sosial terhadap kenyataan itu," katanya.

Pementasan naskah Ladang Perminus merupakan hasil kerja sama Indonesia Corruption Watch (ICW) bekerja sama dengan Perkumpulan Seni Indonesia (PSI), Walhi, Kelompok Praxis, dan Mainteater Bandung. Willy Pramudya dari PSI mengatakan, pementasan teater yang menceritakan kasus-kasus di negeri ini merupakan cara untuk mengingatkan kembali pada masyarakat tentang kekejaman korupsi di negeri ini. "Pementasan teater memiliki fungsi sebagai cermin dari situasi masyarakat di mana teater itu tinggal," ujar Willy

Libatkan SMA

Pementasan teater Ladang Perminus, yang akan berlangsung pula di Jakarta pada 12-13 Agustus 2009, ini pun sempat diramaikan oleh siswa-siswa sekolah menengah atas di Bandung. Mereka datang dalam jumlah tidak kurang dari 200 orang dan mampu duduk anteng selama dua jam pertunjukan.

Andi mengatakan, keterlibatan siswa sekolah sebagai penonton pertunjukan adalah langkah berkampanye. Mereka, menurut Andi, merupakan bibit-bibit generasi yang mesti terus diingatkan dan diberikan pengetahuan tentang realitas negerinya.

"Semoga mereka bisa kritis dan terus menelaah kejadian di negerinya hingga tidak ada salah menempatkan mana pahlawan dan mana bukan dalam hidup mereka," ujar aktivis dari Kelompok Praxis ini. ***

agus rakasiwi - kampus_pr@yahoo.com


Sumber: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=92176
Read On 0 comments

KOMPAS Images: Ladang Perminus





Ladang Perminus

Pementasan teater Ladang Perminus di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (12/8). Ladang Perminus merupakan hasil adaptasi novel karya Ramadhan KII dengan judul yang sama mengangkat fenomena korupsi di sebuah industri minyak dan gas yang berimplikasi pada kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM. Kompas/Lucky Pransiska (UKI) 12-08-2009


Sumber: http://images.kompas.com/detail_news.php?id=23875&page=2
Read On 0 comments

ANTARA Foto: Ladang Perminus





JAKARTA, 12/8 - LADANG PERMINUS. Pemain dari Mainteater beraksi dalam lakon "Ladang Perminus" dengan sutradara Wawan Sofyan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (12/8). Pementasan itu merupakan adaptasi dari novel Ramadhan KH yang mengangkat permasalahan korupsi hasil kerjasama ICW, PSI dan Praxis. FOTO ANTARA/Fanny Octavianus/pd/09.

Sumber: http://www.antarafoto.com/dom/prevw/?id=1250082354
Read On 0 comments

Korupsi Migas Disorot di Panggung Teater

Prakarsa Rakyat, Jakarta - Lakon Ladang Perminus garapan Wawan Sofwan yang diselenggarakan bersama oleh ICW, Praxis, Perkumpulan Seni Indonesia, Walhi dan Mainteater kembali dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki pada tanggal 12 - 13 Agustus lalu setelah Bandung tanggal 6 -8 Agustus 2009.

Pementasan dilakukan selama masing-masing 2 kali pertunjukan setiap harinya. Khusus untuk pertunjukan siang hari diperuntukkan bagi pelajar SMA yang diakhiri dengan diskusi pembahasan wacana dan pertunjukan itu sendiri. Walau tidak banyak dihadiri oleh pelajar SMA, menurut Agung Yudhawiranata, sebagai media relation Ladang Perminus, diskusi yang dilakukan terlihat menarik bahkan pertanyaan yang diajukan oleh para pelajar tersebut sangat mendalam untuk memahami persoalan korupsi di Indonesia.

Menurut Andi Yuwono sebagai produser, pertunjukan di Jakarta tidak seberhasil di Bandung, namun hal tersebut hanya diperbandingkan dengan jumlah kursi semata yang secara total mencatat sekitar 2.300 penonton dari target semula 3.200 penonton. Dari sisi diskusi pelajar, hasil yang dicapai baik di Bandung maupun Jakarta dirasakan sama karena persoalan korupsi sudah merata di seluruh tempat.

Andi menambahkan bahwa pertunjukan di Jakarta juga dihadiri oleh pegawai Pertamina yang setelah pementasan mengirimkan email ajakan untuk menonton kepada pegawai Pertamina lainnya dengan tembusan ke penyelenggara. Selain itu juga pada malam terakhir bahkan beberapa anggota DPRD Sumatra Barat juga hadir di deretan penonton.

Menurut catatan Prakarsa Rakyat di malam terakhir juga terlihat beberapa selebritis antara lain Gilang Ramadhan, anak almarhum Ramadhan KH, serta Samuel Reza.

Pementasan Ladang Perminus yang lebih dari 2 jam memang cukup renyah dengan munculnya tokoh Yu yang diperankan secara apik oleh Moh. Yusri Abd. Rahman, mahasiswa magang dari Malaysia di Mainteater. Tokoh ini muncul dengan dialek cina Malaysia dan kegenitannya di 4 adegan yang selalu membuat penonton terbahak. Sementara Wawan Sofwan (Hidayat) dan Fajar Emillianus (Kahar) tetap prima seperti pertnjukan di Bandung.

Dari buku acara, disebutkan bahwa selanjutnya penyelenggara akan mengadakan lomba penulisan pelajar terhadap isu korupsi serta menyebarluaskan rekaman DVD pertunjukan secara gratis kepada masyarakat.


Sumber: http://www.prakarsa-rakyat.org/artikel/kolom/artikel.php?aid=36058
Read On 0 comments

Hanya di Negeri Ini Koruptor Jadi Pahlawan




SP/Ignatius Liliek

Pemimpin perusahaan, Kahar menceritakan korupsi di perusahaannya pada pertunjukan teater bertajuk "Ladang Perminus" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (12/8).

Pentas teater dengan lakon Ladang Perminus hari pertama di Jakarta berakhir.


"Di negeri ini, hanya di negeri ini, seorang koruptor bisa menjadi pahlawan," kata Wawam Sofwan dengan penuh kemarahan. Lampu mendadak mati. Sesaat menyala kembali. Tepuk tangan meriah terdengar di ruang Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta, Rabu (12/6).


Wawan memerankan sosok Hidayat, tokoh dalam kisah Ladang Perminus yang diangkat dari karya penulis ternama di negeri ini, almarhum Ramadhan KH dengan judul sama. Hidayat digambarkan sebagai orang penting di perusahaan minyak negara bernama Perminus. Tapi yang terpenting, Hidayat adalah sosok yang resah dengan praktik korupsi di perusahaan negara tersebut.

Sejatinya, Hidayat bukan saja resah. Ia marah. Dan, kemarahannya semakin meluap saat mendengar sang pimpinan tertinggi di perusahaan negara itu meninggal, jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Koruptor diperlakukan sebagai pahlawan.

Ramadhan KH, sang penulis legendaris mengangkat kisah tersebut dengan gaya khasnya. Penuturan yang mengalir. Dialog yang sederhana.

Magnet Ramadhan itulah yang diangkat ke pentas teater oleh FX Rudi Gunawan dan Wawan Sofwan. Tentu saja bukan pekara mudah mengangkat karya Ramadhan yang penuh dialog ke atas pentas teater. "Kami harus memilah dan memilih dialog agar pentas tidak membosankan. Membaca novel besar karya Ramadhan jelas berbeda dengan menyaksikan kisah tersebut di atas panggung. Pada saat yang sama, kami harus mampu menghadirkan semangat Pak Ramadhan dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Rudi.

Di atas pentas, pernyataan Rudi bisa diperdebatkan. Pemenggalan kisah itu ternyata tidak mengurangi "beban besar" mengangkat kisah korupsi menjadi pertunjukkan teater yang enak ditonton. Belum lagi jika dikaitkan dengan lama pertunjukan yang hampir 120 menit.

Penyuap

Kunci keberhasilan dalam pentas Ladang Perminus ialah munculnya sosok-sosok penyuap yang kocak. Sosok Michele yang diperankan dengan baik oleh Puspita Hadiati, misalnya. Puspita sangat kocak saat memerankan sosok perempuan berlidah Jepang saat memberikan pemberian suap kepada Hidayat atau kepada Kahar (Fajar Emmillianus).

Tak bisa dilupakan pula sosok Yu yang diperankan aktor muda asal Malaysia, Moh Yusri Abd Rahman. Di atas pentas, gaya bicara Yu dengan dialek Tionghoa sungguh menggelikan. Belum lagi olah tubuhnya yang gemulai.

Tokoh menarik lainnya yang memperkuat pementasan ialah Kahar. Fajar berhasil menampilkan sosok Kahar yang doyan uang suap. [SP/Aa Sudirman]


Sumber: http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=9755
Read On 0 comments

Pentas Teater Ladang Perminus:Melawan Budaya Korupsi Sejak Dini Melalui Seni

12 Agustus 2009 - 9:19 WIB
Kurniawan Tri Yunanto


VHRmedia, Jakarta – Malam ini dan besok malam mulai pukul 19.00 lakon Ladang Perminus akan dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta. Teater adaptasi novel karya Ramadhan KH ini merupakan kritik atas merebaknya budaya korupsi di Indonesia, khususnya di sektor industri perminyakan.

Pementasan teater ini diselenggarakan Perkumpulan Seni Indonesia bersama Indonesia Corruption Watch, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Praxis, dan didukung Komisi Pemberantasan Korupsi. Pentas ini dimaksudkan untuk mengantisipasi serangan balik para koruptor melalui jalur budaya. Karena itu, diperlukan kampanye aktif dalam bentuk apa pun, termasuk kampanye pemberantasan korupsi melalui jalur budaya.

Andi K Yuwono, produser pentas ini, mengaku pertunjukan sepanjang dua jam ini terutama ditujukan kepada pelajar. Sebab, usia 17 tahun merupakan titik awal remaja bersentuhan dengan birokrasi yang cenderung koruptif. Jika tidak mempunyai mentalisme yang kuat, remaja akan terpengaruh oleh mental korup. ”Kami coba pindahkan kampanye pemberantasan korupsi ini ke pentas pertunjukan. Sebab, diperlukan kampanye aktif untuk pemberantasan korupsi, termasuk melalui jalur budaya,” kata Andi, Selasa (11/8).

Ladang Perminus sukses dipentaskan di Bandung beberapa waktu lalu. Respons para pelajar dinilai cukup positif. Mereka mulai mempertanyakan dan mendiskusikan akar permasalahan korupsi di Indonesia. Hal iitu lebih maksimal, karena pertunjukan ini didukung Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Para pelajar di Bandung cukup antusias. Selain jumlah penonton melebihi target, pesan kampanye melawan korupsi ini cukup diterima,” kata Andi yang pernah memprodusi lakon Nyai Ontosoroh.

Pentas teater yang disutradarai Wawan Sofwan ini memang tidak menuturkan mengenai kasus tertentu. Ladang Perminus lebih menunjukkan realitas Indonesia yang sesungguhnya, mengenai merebaknya korupsi di berbagai sektor, dan banyaknya sumber alam yang dikuasai perusahaan asing.”Pada pertunjukan ini kami tidak begitu mengedepankan unsur artistiknya, tapi lebih menitikberatkan isi, karena tujuannya lebih pada kampanye,” kata Andi.

Hal senada dikatakan asisten sutradara Heliana Sinaga. Menurut dia, pesan utama pementasan inilah yang menghidupkan Ladang Perminus, adaptasi novel karya Ramadhan KH yang berkisah tentang mantan pejuang angkatan 1945 yang bekerja sebagai manajer perusahaan minyak negara Perusahaan Minyak Nusantara. Pementasan yang melibatkan 20 aktor ini merupakan bentuk media penyadaran bagi publik. ”Seni kan universal dan sifatnya netral. Kami berharap bisa membawanya ke ranah penyadaran. Karena korupsi di negeri ini harus dibasmi,” katanya. (E4)


Sumber: http://www.vhrmedia.com/Melawan-Budaya-Korupsi-Sejak-Dini-Melalui-Seni-berita2008.html
Read On 0 comments

Pentas Teater Ladang Perminus: Korupsi Industri Ekstraktif Rusak Lingkungan

12 Agustus 2009 - 10:46 WIB
Kurniawan Tri Yunanto

VHRmedia, Jakarta – Ketertutupan sektor eskstraktif membuat kemungkinan penyalahgunaan yang koruptif pada industri tambang dan minyak menjadi besar. Hal ini semakin parah ketika tidak ada kebijakan terkait dana recovery yang jelas. Akibatnya, korupsi di sektor ekstraktif berdampak pada kerusakan ekologis yang tidak terhitung.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan, sampai semester kedua 2007 terdapat kelebihan pembayaran cost recovery dari minyak senilai Rp 39,999 triliun. Hal itu berdampak pada berkurangnya penerimaan negara senilai Rp 34 triliun. ICW menghitung, terjadi kekurangan penerimaan negara dari minyak mentah selama 2000-2007 senilai Rp 194,095 triliun. Selama 2000-2008 terjadi kekurangan penerimaan negara dari gas senilai Rp 74,595 triliun.

“Industri ekstraktif ini sangat korup. Kecerobohan semua ini sangat terdesain,” kata Sely Martini, Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Divisi Program Monitoring dan Evaluasi, menanggapi pementasan teater Ladang Perminus, adaptasi novel Ramadhan KH, di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Selasa (12/8) dan Rabu (13/8) malam.

ICW menengarai Pertamina belum menyetorkan penerimaan negara dari pendapatan pajak pertambahan nilai (PPN) BBM bersubsidi tahun 2006-2007 sebesar Rp 15,975 triliun. Hal ini kembali terjadi pada tahun 2008, di mana negara kehilangan pendapatan dari PPN BBM Rp 15,322 triliun. Penghitungan tersebut didasarkan hasil pemeriksaan BPK dan laporan keuangan pemerintah pusat. “Untuk itulah, kampanye melalui pertunjukan teater ini difokuskan pada kalangan remaja. Karena koruptor juga terus menurun ke generasi berikutnya,” kata Sely di Jakarta, Selasa (11/8).

Hal senada dilontarkan Berry Nahdian Furqon, Direktur Eksekutif Walhi. Menurut dia, hubungan korupsi dan kerusakan lingkungan erat sekali. Kerusakan ekologi yang disebabkan industri ekstraktif sudah tidak bisa terhitung lagi. Sementara dana recovery sampai saat ini tidak jelas. “BP Migas tidak pernah menggunakan alat kontrol. Negara pun terus merugi.”

Berry menyebutkan salah satu contoh kerusakan lingkungan di Indramayu, Jawa Barat. Lebih dari 20 kilometer sepanjang garis pantai tercemar akibat praktik industri ekstraktif yang tidak memperhatikan lingkungan. ”Pentas teater Ladang Perminus sebenarnya mengangkat soal migas. Praktik korupsi membuat sektor migas tidak mempunyai standarisasi dan distribusi menjadi tidak adil,” katanya. (E4)


Sumber: http://www.vhrmedia.com/Korupsi-Industri-Ekstraktif-Rusak-Lingkungan-berita2010.html
Read On 0 comments

Bandung Dibakar Perminus

Prakarsa Rakyat, Bandung - Pementasan terakhir Ladang Perminus di Gedung Rumentang Siang, Bandung, sungguh luar biasa. Pementasan ini diselenggarakan oleh Mainteater bersama Perkumpulan Seni Indonesia, ICW, Praxis, WALHI dan didukung oleh ICCO, Hivos dan Kedutaan Besar Negeri Belanda serta puluhan organisasi masyarakat sipil.


Walau setiap hari penonton meluber, pementasan terakhir Sabtu lalu (08/08), sebagai penutup rangkaian di Bandung tetap dipenuhi penonton hingga ruangan monitor yang sebetulnya dikhususkan bagi kru lampu dan suara. Selain itu, penonton juga terlihat duduk di lantai persis di depan panggung dan gang di kanan kiri.Menurut perhitungan penyelenggara, penonton di pementasan terakhir mencapai jumlah 600 orang yang terdiri mayoritas pelajar SMA dan sisanya SMP. Secara umum, menurut Pimpinan Produksi Zhu Khie Thian, penonton yang datang untuk 5 pementasan tersebut mencapai lebih dari 2.100 orang dari target semula hanya 1.600 penonton.


Dalam pementasannya sendiri, Wawan Sofwan dan FX Rudy Gunawan, cukup berhasil memindahkan cerita dari novel Ramadhan KH ke panggung. Wawan Sofwan selain sebagai sutradara, terlihat sangat prima menjaga kualitas keaktorannya sebagai Hidayat. Sedangkan tokoh antagonis yang sering mendapat teriakan dari penonton, Kahar, sangat baik dibawakan Fajar Emillianus yang juga alumnus STSI Bandung bidang keaktoran.

Selanjutnya pada tanggal 12 - 13 Agustus, lakon Ladang Perminus akan diboyong ke Graha Bhakti Budaya. Di Jakarta, Perminus akan tampil 4 kali setiap pukul 14.00 yang diperuntukkan bagi pelajar dan 20.00 untuk umum. Menurut penyelenggara, seluruh pementasan tersebut tidak dikenakan biaya tiket. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk memberikan akses bagi publik agar terlibat dalam kampanye anti korupsi, perusakan lingkungan dan HAM.


Seperti halnya di Bandung, menurut rencana pementasan bagi pelajar juga akan disertai diskusi di setiap akhir pertunjukan. Diskusi tersebut merupakan penguatan wacana anti korupsi sebelum pelajar yang diundang mengikuti lomba penulisan anti korupsi tingkat SMA.
Read On 0 comments

Ladang Perminus di Bandung dan Jakarta

NOVEL Ladang Perminus karya Ramadhan KH diangkat dalam lakon teater oleh kelompok Mainteater pada bulan Agustus mendatang di dua kota. Di Bandung akan digelar tiga hari, pada 6, 7, dan 8 Agustus pukul 14.00 siang dan 20.00 malam. Di Jakarta dipentaskan pada 12 dan 13 Agustus di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) Jalan Cikini Raya, juga pukul 14.00 dan 20.00. Pentas tersebut dipersembahkan dengan gratis.

Lakon Ladang Perminus ini disutradarai oleh aktor kawakan Wawan Sofwan. Para pemain Nandi Riffandi sebagai Hidayat, Fajar Emmillianus sebagai Kahar, dan beberapa pemain lain. Pementasan ini didukung Indonesian Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lain yang peduli pada pemberantasan korupsi.

Ladang Perminus adalah novel yang mengangkat persoalan korupsi di Pertamina era 1970-an. Dengan menampilkan tokoh Hidayat, seorang pejuang angkatan 45 yang kemudian bekerja di Pertamina, Ramadhan berhasil mengangkat isu korupsi yang merajalela di perusahaan milik pemerintah itu. (*)

Sumber: http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/9805/agenda-budaya
Read On 0 comments

Korupsi Mainteater di Ladang Perminus

Minggu, 09 Agustus 2009 | 12:21 WIB


TEMPO Interaktif, BANDUNG - Seisi kantor Perusahaan Minyak Nusantara alias Perminus gempar. Kasus korupsi besar di perusahaan negara itu terbongkar di halaman koran. Rincian angka duit yang ditilap meresahkan karyawan. Mereka pun saling tuding sebagai pembocor.

Hanya Kahar, pejabat dibawah Direktur Utama Perminus, yang tenang. Baginya, berita korupsi itu tak ada pengaruhnya buat rakyat. "Bodoh betul sih wartawan kita ini," katanya, "Jangankan wartawan, hakim dan jaksa sekalipun bisa saya suap. Di sini, uang yang berkuasa!"

Monolog itu membuka lakon Ladang Perminus yang dipentaskan kelompok mainteater di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung. Sutradara Wawan Sofwan dan FX. Rudy Gunawan, penulis naskah, mengadaptasinya dari novel berjudul sama karangan almarhum Ramadhan KH. Hampir tiap hari, pertunjukan tanpa tiket itu dimainkan dua kali selama 6-8 Agustus. Siang untuk kalangan pelajar dan malamnya untuk umum.

Panggung gedung yang cukup luas, ditinggikan kira-kira sejengkal orang dewasa sebagai pentas utama. Di situ, perancang panggung Joedith Tjhristianto membaginya dalam tiga set ruang yang digunakan silih berganti. Dua di depan saling bersebelahan, lebih sering digunakan untuk ruang kerja karyawan dan atasan. Sisa tempat di belakangnya yang lebih luas saat tirai hitam dibuka, kerap dipakai sebagai ruang keluarga atau kumpul-kumpul.

Sebagai penanda ruang, tiga kayu bujur sangkar berukuran masing-masing sekitar 25 meter persegi membingkai langit-langitnya. Tiap lampu padam yang menandakan pergantian adegan, tiga orang kru bergegas mengganti, menggeser, atau menyiapkan properti baru dalam kegelapan panggung.

Menyesuaikan latar cerita di era 70-80-an seperti kostum yang dipakai para pemain, satu set kursi empuk rumahan berkulit hijau model lama diusung ke atas panggung. Namun pemakaian meja dan kursi kayu di ruang kerja agaknya terlihat kurang pas. Bagi sebuah perusahaan kelas kakap, peralatan sederhana itu tentu terlihat janggal.

Ladang Perminus berkisah tentang Hidayat, seorang manajer di Perminus. Bekas pejuang kemerdekaan itu digambarkan sebagai sosok yang cerdas, jujur, idealis, dan setia menuruti kata hati. Pemilihan Wawan Sofwan untuk memainkan karakter tokoh utama itu terasa pas. Berperan alami sepanjang pementasan, komandan kelompok teater yang berdiri pada 1994 itu tampil prima. Meminjam istilah penilaian anggaran oleh Badan Pemeriksaan Keuangan, ia bermain 'wajar tanpa pengecualian'.

Selama bekerja, Hidayat yang sukses menjaring klien beberapa kali ditipu atasan dan dimanfaatkan untuk korupsi. "Dia itu pintar tapi bodoh," kata Kahar, atasannya yang diperankan tak kalah apik oleh Fajar Emmillianus. Dia menghidupkan karakter bos poligami yang berkuasa di kantor tapi takluk di depan istri.

Tahu ada korupsi, Hidayat memprotes Kahar dan mengancam akan membeberkan perbuatannya ke pers. Kahar tak kalah gertak. Dia lalu mengedarkan foto mesra Hidayat dengan seorang pramugari di sebuah kamar hotel saat melobi klien di Singapura.

Panglima tentara yang melihat foto syur itu lantas menarik dukungannya dalam pencalonan Hidayat sebagai calon Gubernur Jawa Barat. Pupus sudah peluangnya. Tapi, sebelum skandal seks itu menjadi santapan publik, Hidayat bertindak cepat mewujudkan ancamannya.

Dalam koran yang dibawa istrinya sambil marah, nama Kahar akhirnya benar-benar muncul sebagai tersangka kasus korupsi di Perminus. Jantungnya seperti diremas. Tak lama, Kahar dikabarkan mati. Pemerintah berencana memakamkan penyandang bintang jasa gerilya itu di taman makam pahlawan dibalut upacara kenegaraan.

Hidayat kecewa. "Di negeri ini, hanya di negeri ini, seorang koruptor bisa menjadi pahlawan," teriaknya di ujung pertunjukan.

Seperti itu juga barangkali yang dirasakan Ramadhan Karta Hadimadja (KH) saat membuat novel tersebut. Lelaki kelahiran Bandung itu telah berpulang tepat di hari ulang tahunnya ke-79 di Cape Town, Afrika Selatan, pada 2006. Dia pernah dibui 16 hari di penjara Kebon Waru, Bandung, pada 1965 lantaran difitnah.

Bersama ayah pemusik Bimbo, Dajat Hardjakusumah, keduanya dilaporkan sebagai pendukung partai komunis setelah bertemu pimpinan persatuan wartawan yang saat itu dianggap golongan kiri. Selain itu, dia berhenti sebagai wartawan kantor berita Antara setelah bekerja 13 tahun gara-gara tak tahan melihat korupsi yang merajelela.

Pertunjukan yang berjalan selama dua jam itu, tiga perempatnya dihabiskan untuk menyoroti kehidupan tokoh utama dalam keluarga dan di jam kerja. Lika-liku korupsi di zaman itu pun terasa agak basi untuk konteks korupsi saat ini yang sudah begitu canggih nan rumit. Kesan datar dan membosankan tak terhindarkan.

Untungnya ada penyegar suasana lewat tokoh Yu, kurir seorang cukong bernama Mr. Tong. Diperankan Ku Moh. Yusri Ku Abd. Rahman, mahasiswa asal Malaysia yang tengah magang di mainteater itu cukup fasih berdialek Cina Melayu. Aktingnya pun tak canggung.

Mainteater menyiapkan pementasan itu untuk kampanye anti-korupsi yang ikut digalang sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti ICW, Praxis, Walhi, dan Perkumpulan Seni Indonesia. Lakon yang sama rencananya akan dimainkan di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 12-13 Agustus mendatang. Khusus kalangan penonton pelajar, panitia mengajak mereka untuk ikut dalam lomba penulisan opini anti-korupsi.

ANWAR SISWADI

Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/panggung/2009/08/09/brk,20090809-191600,id.html
Read On 0 comments

Tim Produksi

Eksekutif Produser:
Berry Nahdian Forqan (WALHI), Danang Widoyoko (ICW), Willy Pramudya (PSI)
Produser: Andi K. Yuwono
Ass. Produser: Susilo Adinegoro
Pimpinan Produksi: Zhu Khie Thian
Keuangan: Tri Angganis Dewi (Praxis)
Administrasi: Anita Gayatri, Lanjar, Rahayu Purmatasari
Tim Media: Rahardja Waluya Jati, Agung Yudhawiranata, Fitriyani Rahmadhanty, Pius Ginting
Publikasi: Desy Siti Zakiah Yusani, Pradetya Novitri,
Ratu Selvi Agnesia, Auliyaa Khaddam, Hilda Asri, Basrul Hakim
Dokumentasi: Adrian Mulya, Agus Bebeng,
Arief Dwinanto (video shoot)
Diskusi Publik: Anita Gayatri (Bandung),
Sely Martini (Jakarta)
Koord. Volunteer: Susilo Adinegoro
Koord. Juri Lomba: FX Rudy Gunawan
Adaptasi: Wawan Sofwan, FX Rudy Gunawan
Sutradara: Wawan Sofwan
Astrada: Heliana Sinaga
Stage Designer: Joedith Tjhristianto
Stage Manager: Danny Muhammad Ramdan
Stage Crew: Johan Khoirul Zaman
Desain Grafis:
Sari Asih
Tata Cahaya: Deden Bulqini
Kostum: Fitri Kenari, Rizki Sugiarti Diani,
Ayu Suminar, Delve
Musik: Cahyo Harimurti, Ibrahim Adi Surya
Tim Pementasan Jakarta: Dewi Djaja, Jerry Pattinama,
Jay Rent, Zank Smoth, Mamed



Workshop Guru

WORKSHOP
”MENUMBUHKAN PENDIDIKAN SENI BUDAYA PERLAWANAN TERHADAP KORUPSI, PERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PELANGGARAN HAM”

Jakarta
13 Juli 2009
pukul 09.00-15.00
Ruang Auditorium AJB, Gedung F lt.2
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Indonesia - Depok

Bandung
16 Juli 2009
pukul 09.00-15.00
Auditorium Campus Center Timur - ITB
Jl. Ganesa 10 Bandung

Pemain

Aji Setiawan (Juju),
Akmal Rahman (Didi),
Annisa Rachmania (Pramugari),
Atin Rustini (Nana, istri Kahar),
Bagus Setiawan (Sadikin),
Chandra Kudapawana (Subarkah),
Dadang Atmo (Kolonel, Singh),
Deden Syarief (Pena),
Fajar Emmillianus (Kahar),
Kantini Soleha (Ias),
Laura Hermawati Maman (Dewi Widuri, Pramugari, ast.Michele),
Linda Sebastian (anak Nana, pramugari),
Moh. Yusri Abd. Rahman (Yu),
Nandi Riffandi (Onkelinx),
Puspita Hadiati (Michele),
Rizkika Lukman Hakim (Sersan Wardoyo),
Ryzzky Ryzcika Riani (Ita),
Tjetje Raksa (Haji),
Sahlan Mujtaba (Herman),
Tohari Yosdollac (Kubayoshi, Tong),
Wawan Hermawan (Murtono),
Wawan Sofwan (Hidayat).






Jadwal Pementasan

Bandung
6-8 Agustus 2009
Pukul 14.00 WIB
6-7 Agustus 2009
Pukul 20.00 WIB
GK Rumentang Siang
Jl. Baranang Siang No.1, Kosambi, Bandung
informasi: Zhu Khie Thian 0819 10334417

Jakarta
12-13 Agustus 2009
Graha Bhakti Budaya - TIM
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta Pusat
pukul 14.00 dan 20.00 WIB
informasi: Andi K Yuwono 0811 182301
 

Teater-Perminus | Author's blog | Powered By Blogspot | © Copyright  2009